ILMU KALAM
1. Pengertian Ilmu Kalam
Istilah ilmu kalam terdiri dari dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu kalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung arti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu. Adapun kata kalam berasal dari bahasa Arab yang berarti kata kata, pembicaraan. Dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dan menggunakan logika. Maka ciri utama iImu kalam adalah rasionalitas dan logis. Sehingga ilmu kalam sangat erat hubungannya dengan ilmu mantiq/ logika. Istilah lain dari ilmu kalam adalah theologi Islam.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu kalam secara etimologi (bahasa) adalah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan keagamaan (agama Islam) dengan bukti yang meyakinkan. Di samping itu ilmu kalam juga disebut sebagai ilmu yang membahas soal-soal keimanan. Ilmu kalam secara terminology adalah suatu ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argument logika dan ilsafat, di sebut juga dengan ilmu tauhid. Beberapa ahli mendeinisikan tentang ilmu kalam sebagai berikut:
1) Syekh Muhammad Abduh
Menjelaskan ilmu kalam sebagai suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah Swt, sifat-sifat wajib yang ada bagi-Nya, sifat-sifat jaiz yang disifatkan bagi-Nya, dari sifat-sifat yang tidak ada bagi-Nya, juga membahas tentang rasul-rasul Allah untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa yang wajib ada pada dirinya, hal-hal jaiz yang dihubungkan pada diri mereka, dan hal-hal terlarang yang dihubungkan kepada diri mereka.
2) Al-Farabi
Mendeinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas dzat dan sifat Allah Swt. beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah setelah kematian yang berlandaskan doktrin Islam. Penekanan akhirnya adalah menghasilkan ilmu ketuhanan secara ilosois.
3) Ibnu Khaldun
Mendeinisikan iIlmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
4) Musthafa Abdul Raziq
Berpendapat bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan aqidah imaniah, atau sebuah kajian tentang aqidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
Berdasarkan pengertian menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah ke Tuhan-an dengan menggunakan dasar-dasar naqliyah, maupun argumentasi rasional (aqliyah). Argumentasi naqliyah berupa dalil-dalil Al-ur’an dan hadis. Sedangkan argumentasi aqliyah artinya menggunakan landasan pemahaman berikir rasional dengan metode berikir ilsafat.
2. Ruang Lingkup Ilmu Kalam
Adapun ruang lingkup pembahasan ilmu kalam mencakup beberapa hal, yaitu:
a) Ilahiyah
Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah Swt., seperti wujud Allah Swt., nama-nama dan sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan Allah (af’al), dan lain sebagainya.
b) Nubuwat
Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk kitab-kitab Allah, mukjizat, karomah, dan hal-hal terkait lainnya.
c) Ruhaniyah
Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh, dan lain sebagainya.
d) Sam’iyyat
Segala sesuatu yang hanya dapat diketahui melalui dalil sam’i (dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah), seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga, neraka, dan lain sebagainya.
3. Sumber-sumber Ilmu Kalam
a. Al-Qur’an
Sebagai sumber utama ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan. Di antaranya:
Q.S. al-Ikhlas: 1–4
Menunjukkan bahwa Allah Swt. Maha Esa.
Q.S. asy-Syura: 11
Menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apapun di dunia. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Q.S. al-Furqan: 59
Menunjukkan bahwa Tuhan yang Maha Penyayang bertahta di atas ‘Arsy. Dia pencipta langit, bumi, dan segala yang ada di antara keduanya.
Q.S. al-Fath: 10
Menunjukkan bahwa Tuhan memiliki "tangan" yang berada di atas tangan orang-orang yang setia pada janji kepada-Nya.
Q.S. al-Maidah: 117
Menunjukkan bahwa Tuhan memiliki “mata” untuk mengawasi seluruh gerak makhluk-Nya, termasuk gerakan hati.
Ayat-ayat tersebut berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan, dan eksistensi Tuhan. Namun, penjelasan rinciannya tidak disebutkan secara eksplisit, sehingga para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkannya. Oleh karena itu, pembicaraan tentang ketuhanan ini kemudian disistematisasikan menjadi sebuah ilmu yang dikenal sebagai ilmu kalam.
b. Hadis
Masalah-masalah dalam ilmu kalam juga disinggung dalam berbagai hadis, terutama yang menjelaskan tentang iman, Islam, dan ihsan. Beberapa hadis bahkan dipahami sebagai prediksi Rasulullah Saw. mengenai kemunculan berbagai golongan dalam umat Islam, antara lain:
Hadis dari Abu Hurairah r.a. menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi 72 golongan.”
Hadis lain dari Abdullah bin Umar r.a. menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Akan menimpa umatku apa yang telah menimpa Bani Israil. Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan, dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu.”
Ketika ditanya, “Siapa mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:
“Mereka yang mengikuti jejakku dan para sahabatku.”
Syaikh Abdul Qadir menjelaskan bahwa hadis-hadis ini memiliki sanad yang banyak dan diriwayatkan dari berbagai sahabat seperti: Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Darda, Jabir, Abu Sa’id al-Khudri, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Amr bin al-Ash, Abu Umamah, dan Watsilah bin al-Asqa’. Ada juga riwayat yang hanya sampai kepada sahabat, namun memiliki makna serupa.
c. Pemikiran Manusia
Sumber lain ilmu kalam adalah pemikiran manusia, baik yang berasal dari umat Islam sendiri maupun dari luar Islam. Al-Qur’an mendorong manusia untuk berpikir dan menggunakan akal melalui redaksi seperti: tafakkur, tadabbur, tafaqqah, ‘aqala, nazhar, fahima, ulul albab, ulul ilm, ulul abshar, dan ulun nuha.
Contoh ayatnya:
Q.S. at-Thariq: 5–7
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang memancar, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.”
Ayat-ayat lainnya yang relevan dapat ditemukan dalam:
Surah Muhammad: 24, An-Nahl: 68–69, Al-Isra’: 44, Al-An’am: 97–98, At-Taubah: 122, Shad: 29, Az-Zumar: 9, Adz-Dzariyat: 47–49, dan Al-Ghasyiyah: 7–20.
Pemikiran manusia juga terwujud dalam upaya golongan Mu’tazilah yang menggunakan pendekatan rasional dalam membela Islam dan membantah pemikiran lawan-lawannya. Mereka banyak menggunakan logika dan filsafat Yunani sebagai alat bantu. Tokoh seperti An-Nadham dan Abu al-Hudzail al-‘Allaf mempelajari pemikiran Aristoteles dan mengadaptasinya untuk argumentasi teologis Islam.
d. Insting (Naluri)
Insting manusia juga menjadi salah satu sumber awal dari kesadaran akan adanya Tuhan. Contohnya, ketika seseorang bermimpi dan bertemu atau berbicara dengan orang lain (bahkan dengan yang telah meninggal), ia tetap sadar bahwa tubuhnya tidak berpindah. Ini membentuk intuisi bahwa ada kehidupan non-fisik atau keberadaan roh.
Dari pemahaman terhadap roh, manusia kemudian melakukan pemujaan terhadap roh, matahari, benda-benda langit, dan sebagainya. Dengan demikian, kepercayaan terhadap adanya Tuhan secara instingtif telah berkembang sejak manusia pertama.
William L. Reese menyatakan bahwa ilmu tentang ketuhanan (theology) telah berkembang sejak lama, bahkan berasal dari mitos, yang kemudian menjadi natural theology (teologi alam) dan revealed theology (teologi wahyu).
"📌 Baca selengkapnya di sini 👉 [https://paifinta.blogspot.com/2025/05/bab-7-ilmu-kalam.html ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar