Sikap Inovatif dan Etika dalam Berorganisasi
Pendidikan Agama Islam
Sabtu, 07 Juni 2025
PAI Kelas XII BAB 8 Sikap Inovatif dan Etika dalam Berorganisasi
PAI Kelas XII BAB 10 Peran Organisasi Islam di Indonesia
Peran Organisasi Islam di Indonesia
Organisasi-organisasi sosial keagamaan sangat besar peranannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Walaupun terkadang terdapat perbedaan pandangan di antara anggota-anggotanya tetapi secara keorganisasian tujuannya adalah mencapai Indonesia merdeka. Oleh karena itu kita sangat perlu mengetahui bentuk-bentuk perjuangan organisasi Islam dalam upaya mencapai kemerdekaan Indonesia dan mengetahui peran organisasi Islam tersebut pasca kemerdekaan Republik Indonesia.
1. Peranan ulama Islam pada masa perang kemerdekaan
Dalam mendorong umat Islam berpartisipasi dalam perjuangan pada masa perang kemerdekaan, para ulama memiliki peran yang sangat penting. Para ulama adalah orang-orang Islam yang mendalami ilmu agama, sehingga mereka menjadi tempat bertanya umat, dan sekaligus menjadi panutan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. yang artinya, “Ulama itu bagaikan pelita (obor) di muka bumi, sebagai pengganti para Nabi dan sebagai pewaris para Nabi”, (HR Ibnu Adi dari Ali bin Abi Thalib).
"📌Baca selengkapnya di sini 👉 https://paitalks.blogspot.com/2025/05/bab-10-pendidikan-agama-islam-dan-budi.html"
PAI Kelas XII BAB 7 Ilmu Kalam
ILMU KALAM
1. Pengertian Ilmu Kalam
Istilah ilmu kalam terdiri dari dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu kalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung arti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu. Adapun kata kalam berasal dari bahasa Arab yang berarti kata kata, pembicaraan. Dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dan menggunakan logika. Maka ciri utama iImu kalam adalah rasionalitas dan logis. Sehingga ilmu kalam sangat erat hubungannya dengan ilmu mantiq/ logika. Istilah lain dari ilmu kalam adalah theologi Islam.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu kalam secara etimologi (bahasa) adalah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan keagamaan (agama Islam) dengan bukti yang meyakinkan. Di samping itu ilmu kalam juga disebut sebagai ilmu yang membahas soal-soal keimanan. Ilmu kalam secara terminology adalah suatu ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argument logika dan ilsafat, di sebut juga dengan ilmu tauhid. Beberapa ahli mendeinisikan tentang ilmu kalam sebagai berikut:
1) Syekh Muhammad Abduh
Menjelaskan ilmu kalam sebagai suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah Swt, sifat-sifat wajib yang ada bagi-Nya, sifat-sifat jaiz yang disifatkan bagi-Nya, dari sifat-sifat yang tidak ada bagi-Nya, juga membahas tentang rasul-rasul Allah untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa yang wajib ada pada dirinya, hal-hal jaiz yang dihubungkan pada diri mereka, dan hal-hal terlarang yang dihubungkan kepada diri mereka.
2) Al-Farabi
Mendeinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas dzat dan sifat Allah Swt. beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah setelah kematian yang berlandaskan doktrin Islam. Penekanan akhirnya adalah menghasilkan ilmu ketuhanan secara ilosois.
3) Ibnu Khaldun
Mendeinisikan iIlmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
4) Musthafa Abdul Raziq
Berpendapat bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan aqidah imaniah, atau sebuah kajian tentang aqidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
Berdasarkan pengertian menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah ke Tuhan-an dengan menggunakan dasar-dasar naqliyah, maupun argumentasi rasional (aqliyah). Argumentasi naqliyah berupa dalil-dalil Al-ur’an dan hadis. Sedangkan argumentasi aqliyah artinya menggunakan landasan pemahaman berikir rasional dengan metode berikir ilsafat.
2. Ruang Lingkup Ilmu Kalam
Adapun ruang lingkup pembahasan ilmu kalam mencakup beberapa hal, yaitu:
a) Ilahiyah
Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah Swt., seperti wujud Allah Swt., nama-nama dan sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan Allah (af’al), dan lain sebagainya.
b) Nubuwat
Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk kitab-kitab Allah, mukjizat, karomah, dan hal-hal terkait lainnya.
c) Ruhaniyah
Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh, dan lain sebagainya.
d) Sam’iyyat
Segala sesuatu yang hanya dapat diketahui melalui dalil sam’i (dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah), seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga, neraka, dan lain sebagainya.
3. Sumber-sumber Ilmu Kalam
a. Al-Qur’an
Sebagai sumber utama ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan. Di antaranya:
Q.S. al-Ikhlas: 1–4
Menunjukkan bahwa Allah Swt. Maha Esa.
Q.S. asy-Syura: 11
Menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apapun di dunia. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Q.S. al-Furqan: 59
Menunjukkan bahwa Tuhan yang Maha Penyayang bertahta di atas ‘Arsy. Dia pencipta langit, bumi, dan segala yang ada di antara keduanya.
Q.S. al-Fath: 10
Menunjukkan bahwa Tuhan memiliki "tangan" yang berada di atas tangan orang-orang yang setia pada janji kepada-Nya.
Q.S. al-Maidah: 117
Menunjukkan bahwa Tuhan memiliki “mata” untuk mengawasi seluruh gerak makhluk-Nya, termasuk gerakan hati.
Ayat-ayat tersebut berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan, dan eksistensi Tuhan. Namun, penjelasan rinciannya tidak disebutkan secara eksplisit, sehingga para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkannya. Oleh karena itu, pembicaraan tentang ketuhanan ini kemudian disistematisasikan menjadi sebuah ilmu yang dikenal sebagai ilmu kalam.
b. Hadis
Masalah-masalah dalam ilmu kalam juga disinggung dalam berbagai hadis, terutama yang menjelaskan tentang iman, Islam, dan ihsan. Beberapa hadis bahkan dipahami sebagai prediksi Rasulullah Saw. mengenai kemunculan berbagai golongan dalam umat Islam, antara lain:
Hadis dari Abu Hurairah r.a. menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi 72 golongan.”
Hadis lain dari Abdullah bin Umar r.a. menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Akan menimpa umatku apa yang telah menimpa Bani Israil. Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan, dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu.”
Ketika ditanya, “Siapa mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:
“Mereka yang mengikuti jejakku dan para sahabatku.”
Syaikh Abdul Qadir menjelaskan bahwa hadis-hadis ini memiliki sanad yang banyak dan diriwayatkan dari berbagai sahabat seperti: Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Darda, Jabir, Abu Sa’id al-Khudri, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Amr bin al-Ash, Abu Umamah, dan Watsilah bin al-Asqa’. Ada juga riwayat yang hanya sampai kepada sahabat, namun memiliki makna serupa.
c. Pemikiran Manusia
Sumber lain ilmu kalam adalah pemikiran manusia, baik yang berasal dari umat Islam sendiri maupun dari luar Islam. Al-Qur’an mendorong manusia untuk berpikir dan menggunakan akal melalui redaksi seperti: tafakkur, tadabbur, tafaqqah, ‘aqala, nazhar, fahima, ulul albab, ulul ilm, ulul abshar, dan ulun nuha.
Contoh ayatnya:
Q.S. at-Thariq: 5–7
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang memancar, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.”
Ayat-ayat lainnya yang relevan dapat ditemukan dalam:
Surah Muhammad: 24, An-Nahl: 68–69, Al-Isra’: 44, Al-An’am: 97–98, At-Taubah: 122, Shad: 29, Az-Zumar: 9, Adz-Dzariyat: 47–49, dan Al-Ghasyiyah: 7–20.
Pemikiran manusia juga terwujud dalam upaya golongan Mu’tazilah yang menggunakan pendekatan rasional dalam membela Islam dan membantah pemikiran lawan-lawannya. Mereka banyak menggunakan logika dan filsafat Yunani sebagai alat bantu. Tokoh seperti An-Nadham dan Abu al-Hudzail al-‘Allaf mempelajari pemikiran Aristoteles dan mengadaptasinya untuk argumentasi teologis Islam.
d. Insting (Naluri)
Insting manusia juga menjadi salah satu sumber awal dari kesadaran akan adanya Tuhan. Contohnya, ketika seseorang bermimpi dan bertemu atau berbicara dengan orang lain (bahkan dengan yang telah meninggal), ia tetap sadar bahwa tubuhnya tidak berpindah. Ini membentuk intuisi bahwa ada kehidupan non-fisik atau keberadaan roh.
Dari pemahaman terhadap roh, manusia kemudian melakukan pemujaan terhadap roh, matahari, benda-benda langit, dan sebagainya. Dengan demikian, kepercayaan terhadap adanya Tuhan secara instingtif telah berkembang sejak manusia pertama.
William L. Reese menyatakan bahwa ilmu tentang ketuhanan (theology) telah berkembang sejak lama, bahkan berasal dari mitos, yang kemudian menjadi natural theology (teologi alam) dan revealed theology (teologi wahyu).
"📌 Baca selengkapnya di sini 👉 [https://paifinta.blogspot.com/2025/05/bab-7-ilmu-kalam.html ]
PAI Kelas XII Bab 4 Munafik Dan Keras Hati Tak Akan Pernah Maju
Munafik Dan Keras Hati Tak Akan Pernah Maju
Sifat nifaq atau yang lebih dikenal dengan sebutan munafik terdapat pada pribadi orang-orang yang sukar diajak maju. Nifaq adalah sikap perbuatan manusia yang selalu bermuka dua yakni apa yang ditampakkan tidak sama dengan keadaaan yang sebenarnya . Biasanya seperti ini manusia selalu menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukannya. Keras hati di dalam bahasa Arab sama dengan qaswah al-qalb artinya kekerasan hati, atau kebengisan. Ibnu Qayyim al-Jauzi dalam kitabnya alFawaid berpendapat bahwa tidaklah seorang hamba mendapat hukuman yang lebih berat dari pada hati yang keras dan jauh dari Allah Swt. Dalam kehidupan modern yang perubahannya begitu cepat, terkadang hati manusia tidak kuat sehingga berubah-ubah. Hati bisa menjadi sehat dan bisa menjadi sakit. Secara psikologi, keras kepala berarti sikap seseorang yang menolak mengubah pendiriannya. Orang yang keras kepala memiliki prinsip “saya tidak akan berubah, kalian pun tidak bisa memaksa saya untuk berubah”.
1. MUNAFIK
Al-Qur'an mengemukakan tentang tiga golongan manusia, yaitu golongan orang yang beriman, kufur, dan munafik. Orang munafik perilakunya menipu. Mereka menipu Allah Swt. dan orang-orang yang beriman dengan cara menampakkan keimanan mereka kepada Allah Swt. dan orang-orang mukmin melalui ucapan-ucapan bohong agar bisa selamat dari pembunuhan, perampasan dan penyiksaan di dunia. Padahal perbuatan munaik adalah salah satu perbuatan yang dibenci Allah Swt. serupa firman Allah Swt. dalam surat al-Baqarah ayat: 8 sebagai berikut: “Dan di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir,” padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman”.
"📌 Baca selengkapnya di sini 👉 [https://pendmoralsklh.blogspot.com/2025/05/bab-2-munafik-dan-keras-hati-tak-akan.html]"
PAI Kelas XII Bab 3 Kewarisan dan Kearifan dalam Islam
Kewarisan dan Kearifan dalam Islam
PAI Kelas XII BAB 2 Indahnya Kehidupan Bermakna
Indahnya Kehidupan Bermakna
Malaikat jibril sebagaimana diberi tugas oleh Allah SWT.untuk menyampaikan wahyu kepada nabi muhammad SAW.dalam memuat menceritakan malaikat jibril menyerupai manusia,dimana Rasulullah SAW.menjadikan jibril sebagai sosok guru membimbing ilmu.salah satu contoh mengajarkan iman,islam,ihsan,dan tanda-tanda berhenti.
1. hakikat iman
Iman artinya keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan tanpa ada keraguan sedikitpun. Iman dalam agama Islam artinya meyakini adanya wujud Allah Swt, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya, hari terjadinya kiamat serta qada' dan qodarNya. Iman mencakup ranah yang berkaitan dengan keyakinan dalam hati, ucapan lisan, serta amal anggota tubuh. Iman akan bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan kepada Allah Swt.
Dalam hal ini, Ali b. Abi Thalib pernah berkata:
قَالَ عَلِيٌّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ إِنَّ الْإِيْمَانَ لَيَبْدُوَ لَمَعَةَ بَيْضَاءَ فَإِذَا عَمَلَ الْعَبْدُ الصَّالِحَاتِ نَمَّتْ فَزَادَتْ حَتَّى يَبِيْضَ الْقَلْبُ كُلُّهُ وَإِنَّ النِّفَاقَ لَيَبْدُوَ نُكْطَةَ سَوْدَاءَ فَإِذَا انْتَهَ الْعَبْدُ الْحُرُمَاتِ نَمَتْوَزَادَتْ حَتَّى يَسُوْدَ الْقَلْبُ كُلُّهُ
Artinya: “Sahabat Ali karomallahu wajhah berkata, “Sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang putih, apabila seorang hamba berbuat baik, maka sinar tersebut akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seseorang melakukan hal yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati”.
Bukan hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya. serupa yang telah disebutkan di atas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, kebijaksanaan tenaga kita bekerja, beribadah menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridaNya. Didalamnya hakikat dari ihsan
"📌 Baca selengkapnya di sini 👉 [https://paitalks.blogspot.com/2025/05/bab-2-pendidikan-agama-islam-dan-budi.html]"
PAI Kelas BAB 1 PAI Sabar dalam Menghadapi Ujian
SABAR DALAM MENGHADAPI UJIAN
A. Membaca dan menerjemahkan QS Al Baqarah(2:155-156) dan Q.S.Ibrahim (14:9)
1. QS. Al-Baqarah (2:155-156)
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرتِ وَبَشّشرِ الصَّبِرِينَ(١٥٥)
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَجِعُوْنَ(١٥٦)
Artinya :
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit kelaparan, kekurangan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata "Innä lillāhi wa innä ilaihi rāji'ün".sesungguh-nya kami milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali
Kalimat ini dinamakan kalimat istirjā (pernyataan kembali kepada Allah). Disunnahkan melafalkannya pada waktu ditimpa musibah, baik besar atau kecil.
2. QS. Ibrahim (14:9)
أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَبُوا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَهُ وَالَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ لَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا اللهُ جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَتِ فَرَدُّوا أَيْدِيَهُمْ فِي أَفْوَاهِهِمْ وَقَالُوا إِنَّا كَفَرْنَا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ وَإِنَّا لَفِي شَكٍّ مِمَّا تَدْعُوْنَنَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ(19)
Artinya :
"Apakah belum sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, 'Ad, Tsamud dan orang-orang setelah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah. Rasul-rasul telah datang kepada mereka membawa bukti-bukti (yang nyata), namun mereka menutupkan tangan ke mulut (karena kebencian), dan berkata, "Sejujurnya kami tidak percaya akan (bukti) kamu diutus (kepada kami), dan kami benar-benar keraguan dalam yang menggelisahkan apa yang kamu serukan kepada kami."
B. Hadist-Hadist tentang sabar dalam musibah
Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Ummu Salamah, ia bercerita, pada suatu hari Abu Salamah mendatangiku dari tempat Rasulullah Saw., lalu ia menceritakan, saya telah mendengar sabda Rasulullah yang membuat saya merasa senang, yaitu sabdanya:
لَا يُصِيبُ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ مُصِيبَةٌ فَيَسْتَرْجِعُ عِنْدَ مُصِيبَتِهِ ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا ، إِلَّا فَعَلَ ذَلِكَ بِهِ ، قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: فَحَفِظْتُ ذَلِكَ مِنْهُ، فَلَمَّا تُوُفِّي أَبُو سَلَمَةَ اسْتَرْجَعْتُ وَقُلْتُ: اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا .
Artinya: “Tidaklah seseorang dari kaum Muslimin ditimpa musibah, lalu ia membaca -innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'un- kemudian berjanji,(Ya Allah, berikanlah pahala dalam musibahku ini dan berikanlah ganti memberi isyarat yang lebih baik darinya) kecuali akan dikabulkan doanya itu." Ummu Salamah bertutur, kemudian aku menghafal doa dari beliau itu, dan ketika Abu Salamah meninggal dunia, maka aku pun mengucapkan, innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'un, dan mengucapkan, Ya Allah, berikanlah pahala dalam musibahku ini dan berikanlah ganti memberi yang lebih baik darinya."
(HR. Ahmad: 4/27)
"📌 Baca selengkapnya di sini 👉 [https://paitalks.blogspot.com/2025/05/bab-1-pendidikan-agama-islam-dan-budi.html]"
Sabtu, 31 Mei 2025
PAI Kelas XII BAB 9 Ijtihad
IJTIHAD
A. Pengertian
Ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seorang mujtahid untuk menetapkan hukum syariah melalui metode tertentu. Ijtihad dilakukan ketika menghadapi persoalan yang sulit dan tidak disebut ijtihad jika tidak ada kesulitan di dalamnya. Secara bahasa, dalam Al-Qur’an kata "jahda" bermakna pengarahan seluruh kemampuan dan kekuatan (badl al-wus‘ wa al-thaqah) atau bisa juga berarti berlebih-lebihan dalam sumpah (al-mubalaghah fil al-yamin), seperti disebutkan dalam Q.S. an-Nahl: 38, Q.S. an-Nur: 53, dan Q.S. Fatir: 42.
Menurut Imam Al-Ghazali, ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh dalam menetapkan hukum-hukum syariah. Hukum yang dihasilkan dari ijtihad bersifat zanni (dugaan kuat) yang memungkinkan adanya kesalahan. Dalam ushul fiqh, ijtihad merupakan metode untuk menggali hukum Islam melalui kemampuan maksimal seorang mujtahid.
Artinya: "Pencurahan kemampuan secara maksimal yang dilakukan oleh faqih (mujtahid) untuk mendapatkan zann (dugaan kuat) tentang hukum syar'i
B. Urgensi dan Kedudukan Ijtihad
Ijtihad adalah kewajiban bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat sebagai mujtahid untuk menggali hukum syariah, khususnya dalam perkara yang bersifat zhanni, yaitu hal-hal yang belum jelas dalilnya dalam Al-Qur’an dan Hadis. Para ulama membagi hukum ijtihad menjadi tiga:
1. wajib ‘ain, bagi orang yang menghadapi peristiwa langsung atau dimintai fatwa dan khawatir peristiwa itu akan berlalu tanpa kepastian hukum
2. wajib kifayah, jika masih ada mujtahid lain dan tidak semua harus melakukannya, namun jika tidak ada yang berijtihad maka semuanya berdosa; dan
3. Sunnah, jika ijtihad dilakukan terhadap peristiwa yang belum atau tidak terjadi. Ketiga kategori ini menunjukkan pentingnya ijtihad dalam mendinamiskan hukum Islam dan memperbaiki kekeliruan ijtihad terdahulu. Ijtihad juga merupakan bentuk pembaruan hukum dalam menghadapi persoalan baru yang belum pernah dibahas oleh ulama sebelumnya. Namun, hasil ijtihad baru tidak selalu menggantikan yang lama, karena ada kalanya hasilnya sama atau berbeda tetapi tidak membatalkan ijtihad sebelumnya, sesuai kaidah fikih “al-ijtihadu la yanqudhu bi al-ijtihadi.”
Urgensi ijtihad juga terlihat dari fungsinya: al-ruju’ (mengembalikan ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan Sunnah), al-ihya’ (menghidupkan kembali semangat Islam untuk menjawab tantangan zaman), dan al-inabah (membenahi ijtihad lama sesuai konteks baru). Karena itu, jumhur ulama menjadikan ijtihad sebagai hujah dalam menetapkan hukum, sebagaimana ditegaskan dalam QS. An-Nisa’ ayat 59 yang memerintahkan agar setiap perselisihan dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya.
C. Syarat-syarat Mujtahid
Orang yang melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid dan tidak semua orang bisa melakukan ijtihad akan tetapi harus memenuhi beberapa sarat.
Muhammad Musa mengelompokkan syarat-syarat mujtahid menjadi empat kelompok yaitu:
1) Syarat-syarat umum, diantaranya:
a) Baliqh
b) Berakal
c) Sehat jasmani dan rohani
d) Kuat daya nalarnya
e) Bener-bener beriman
2) Syarat-syarat pokok, diantaranya:
a) Memahami tentang Al-Qur'an.
b) Mengerti tentang sunah
c) Mengetahui ilmu Dirayah Hadis.
d) Mengetahui Hadis yang nasikh dan mansukh.
e) Mengetahui maksud-maksud hukum.
3) Syarat-syarat penting, diantaranya:
a) Menguasai bahasa Arab.
b) Mengetahui Asbabun Nuzul
c) Mengetahui Ushul Figh.
d) Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya.
4) Syarat-syarat pelengkap, diantaranya:
a) Mengetahui Asbabul Wurud Hadis. Syarat ini sama dengan seorang Mujtahid yang seharusnya menguasai Asbabun Nuzul, yakni mengetahui setiap kondisi, situasi, lokasi, serta tempat Hadis tersebut ada.
b) Mengetahui hal-hal yang di-ijmakkan dan yang di-ikhtilafkan. Bagi seorang mujtahid, harus mengetahui hukum-hukum yang telah disepakati oleh para ulama, sehingga tidak terjerumus memberi fatwa yang bertentangan dengan hasil ijma. Sebagaimana ia harus mengetahui nash-nash dalil guna menghindari fatwa yang berseberangan dengan nash tersebut.
c) Bersifat adil dan taqwa. Hal ini bertujuan agar produk hukum yang telah diformulasikan oleh Mujtahid benar-benar proporsional kare memiliki sifat adil, jauh dari kepentingan politik dalam istinb hukumnya.
D. Masalah-Masalah Ijtihadiyah
Tidak semua masalah hukum dapat diijtihadkan. Ijtihad hanya berlaku pada wilayah tertentu. Hal-hal yang tidak boleh diijtihadkan antara lain:
1. Masalah qath'iyah, yaitu hukum yang sudah pasti berdasarkan dalil naqli (wahyu) atau aqli (akal), seperti kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji. Hukum ini bersifat tetap dan tidak bisa diubah, sehingga tidak ada ruang ijtihad. Ijtihad juga gugur jika bertentangan dengan nash (teks dalil yang tegas).
2. Masalah yang sudah menjadi ijma' (kesepakatan) para ulama mujtahidin di masa tertentu.
3. Masalah ta'abbudi atau ghairu ma'qulil ma'na, yaitu hukum yang tidak bisa dijangkau oleh akal dan tidak diketahui illat (alasan hukumnya).
Sedangkan masalah yang dapat diijtihadkan adalah masalah dzanniyah, yaitu masalah yang dalil hukumnya tidak jelas, sehingga memungkinkan adanya perbedaan pendapat.
Masalah dzanniyah terbagi menjadi dua:
1. Masalah teologis yang tidak berkaitan dengan aqidah, seperti perdebatan apakah Allah wajib berkehendak atau tidak.
2. Aspek amaliyah yang dzanni, yaitu persoalan yang tidak disebutkan secara tegas dalam nash, seperti batasan menyusui yang menyebabkan mahram (ada yang berpendapat sekali, tiga kali, atau sepuluh kali susuan).
E. Penyebab Terjadinya Perbedaan Ijtihad
Hal yang dapat menyebabkan perbedaan ijtihad, karena perbedaan dalam memahami nash dan dalam menyusun metode ijtihad yang didasari sosio-kultural dan geografis mujtahid. Adapun sebab pertama itu adalah, karena perbedaan dalam memahami dan mengartikan kata-kata dan istilah, baik dalam Al-Qur'an maupun Hadis. Misalkan dalam Al-Qur'an terdapat kata quru. Sebagian ulama' ada yang mengartikan haid dan sebagian yang lain ada yang mengartikan suci.
1) Berbeda tanggapan terhadap Hadis. Haliniterjadi karena mereka berbeda pendapat dalam menilai tsiqat (terpercaya) tidaknya seorang perawi, lemah tidaknya matan dan sanad suatu Hadis jika dibandingkan dengan matan dan sanad lain. Sehingga, ada beberapa ulama yang berbeda dalam mengkategorikan bahwa suatu hadits tersebut dimasukkan ke dalam hadis shahih, hasan, maupun dha'if. Konsekuensinya, kehujjahannya pun akan berbeda satu sama lainnya.
2) Berbeda tanggapan tentang ta'arudl (pertentangan antara dalil) dan tarjih (menguatkan satu dalil atas dalil lainnya) seperti: Tentang nasakh dan mansukh, tentang pentakwilan, dan lain sebagainya.
3) Perselisihan tentang ilat dari suatu hukum. Perselisihan para mujtahid mengenai ilat ('illah) dari suatu hukum juga merupakan salah satu sebab terjadinya perbedaan hasil ijtihad.
4) Dari beberapa sebab perbadaan diatas pada perinsipnya disebabkan karena berbeda dalam memahami nash dan metode pengambilan hukum yang dikarenakan sosio-kultural dan georafisnya.
F. Bentuk- Bentuk Ijtihad
Ijtihad sebagai sebuah metode atau cara dalam menghasilkan sebuah hukum terbagi ke dalam beberapa bagian, seperti berikut:
a) Ijma'
Ijma' adalah kesepakatan mujtahid tentang hukum syara' dari suatu peristiwa setelah Rosul wafat. Sebagai contoh adalah setelah rasul meninggal diperlukan pengangkatan pengganti beliau yang disebut dengan kholifah. maka kaum muslimin pada waktu itu sepakat mengangkat Abu Bakar sebagai kholifah pertama.
b) Qiyas
Qiyas adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkan dengan suatu kejadian yang telah ditetapakan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat/sifat diantara kejadian atau peristiwa itu. Contoh narkotika diqiyaskan dengan meminum khmar.
c) Maslahah mursalah.
Maslahah mursalah adalah suatu kemaslahatan dimana syar'i tidak mensyariatkan sutau hukum ntuk merealisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuanya atau pembatalanya. Contoh kemaslahatan yang karenanya para sahabat mensyariatkan pengadaan penjara, pencetakan mata uang, penetapan tanah pertanian, memungut pajak.
d) Urf
Urf menurut bahasa berarti kebiasaan. Sedangkan menurt istilah sesuatu yang telah dikenal orang banyak dan menjadi tradisi mereka dan tentunya tradisi disini adalah kebiasaan yang tidak dilarang. Contoh: saling pengertian manusia terhadap jual beli dengan cara saling memberikan tanpa ad sighot lafdliyah.
Selasa, 20 Mei 2025
PAI Kelas XII BAB 5 Peradaban Islam di Dunia
A. Peradaban Islam di Benua Asia
Peradaban Islam di Benua Asia berkembang pesat dan memberi pengaruh besar dalam bidang ilmu, budaya, dan politik. Di Asia Barat, sebagai tempat lahirnya Islam, kota-kota seperti Makkah, Madinah, Damaskus, dan Baghdad menjadi pusat kekuasaan dan ilmu pengetahuan. Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah membawa Islam ke puncak kejayaan dengan kemajuan besar dalam sains, filsafat, kedokteran, dan matematika.
Di Asia Selatan, Islam berkembang melalui penaklukan dan perdagangan. Kesultanan Delhi dan Kekaisaran Mughal membentuk peradaban Islam yang kuat di India, Pakistan, dan sekitarnya. Warisan arsitektur seperti Taj Mahal serta pertumbuhan madrasah menunjukkan kemajuan seni dan pendidikan Islam di kawasan ini.
Sementara itu, di Asia Tenggara, Islam menyebar secara damai melalui para pedagang. Kerajaan-kerajaan Islam seperti Malaka, Aceh, dan Demak memainkan peran penting dalam penyebaran agama ini. Islam di wilayah ini menyatu dengan budaya lokal, menciptakan bentuk Islam yang unik dan toleran.
Di Asia Tengah, kota-kota seperti Samarkand dan Bukhara menjadi pusat budaya dan ilmu dalam jaringan Jalur Sutra. Arsitektur Islam berkembang megah, dan banyak ulama serta ilmuwan lahir dari kawasan ini. Secara keseluruhan, Asia menjadi rumah bagi beragam bentuk peradaban Islam yang saling memperkaya dan bertahan hingga kini.
Perkembangan Islam di Asia terjadi secara bertahap dan melalui berbagai cara: dakwah, perdagangan, dan penaklukan. Setiap wilayah memiliki ciri khas tersendiri dalam mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam. Hingga hari ini, Asia tetap menjadi pusat penting bagi peradaban dan umat Islam di dunia.
PAI Kelas XII BAB 6 Cinta Tanah Air dan Moderasi Beragama
Cinta Tanah Air dan Moderasi Beragama
A. Membaca Q.S. al-Qasas/28: 85 dan Q.S. al-Baqarah/2: 143A
Ayat Al-Qur'an berikut ini berisi pesan-pesan mulia agar kita cinta tanah air dan memiliki sikap moderasi beragama, agar kita generasi menjadi tangguh dan kuat dalam menghadapi kehidupan.
a. Q.S. al-Qasas/28: 85
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَى وَمَنْ هُوَ فِي ضَلْلٍ مُّبِيْنٍ
b. Q.S. al-Baqarah/2: 143
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ ق وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا . لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيْمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيمٌ )
B. Menerjemahkan Q.S. al-Qasas/28: 85 dan Q.S. al-Baqarah/2: 143
a. Menerjemahkan Q.S. al-Qasas/28: 85
Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan engkau (Muhammad) untuk (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali. Katakanlah (Muhammad), "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang berada dalam kesesatan yang nyata."
b. Menerjemahkan Q.S. al-Baqarah/2: 143
"Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) "umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia."
C. Hadis-hadis tentang Cinta tanah air
Berikut ini adalah hadis-hadis yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penjelasan para ulama ahli hadis, yang dikupas tuntas secara gamblang:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُتِهَا . وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الوَطَنِ والحنينِ إِلَيْهِ
Artinya: "Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi Saw. ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).
D. Hadis-hadis tentang moderasi dalam beragama
Dalam literatur hadis, kata wusath hampir tidak ditemukan. Hanya saja, kata yang digunakan dalam padanan maknanya, yakni al-Qashd yang bermakna al-tawassuth dan al-l'tidaal.
Dalam salah satu contoh hadis yang menggunakan kata al-Qashd adalah hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim tentang sahabat Jabir bin Samurah tentang pelaksanaan khutbah Nabi pada hari Jumat:
عَنْ جَابِرِ ابْنِ سَمُوْرَة، قَالَ: كُنْتُ أَصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَوَاتُ فَكَانَتْ صَلَاتُهُ قَصْدًا وَخُطْبَتُهُ قَصْدًا
Artinya: "Dari Jabir bin Samurah berkata, aku telah shalat bersama Nabi Saw berkali-kali, dan (aku dapati) shalatnya dalam pertengahan, khutbahnya juga pertengahan".
Dari beberapa prinsip dasar dan karakteristik wasathiyah yang diintisarikan dalam hadis, dikutip dari tulisan Ardiansyah, Islam Wasathiyah Perspektif Hadis adalah terdapat beberapa prinsip.
Pertama, al-khayriyah yang memiliki arti terbaik atau terpilih (Ali Imran [3]: 110). Umat Islam merupakan umat terbaik dan terpilih yang disebutkan dalam kitab suci Al-Qur'an. Dalam kedua sifat tersebut, umat Islam seyogiyanya membawa nilai-nilai kedamaian dan kelembutan.
Kedua, al-'adalah yakni adil. Dalam wasath (al-Qasd) nilai keadilan merupakan yang penting. Keadilan mencakup segalanya baik dalam hal yang bersifat ketahuidan ataupun kehidupan bermasyarakat.
Ketiga at-tawazun, yang berarti keseimbangan, karakter ketiga ini menjadi pengikatnya. Islam menjadi agama yang sempurna karena Islam mampu menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat. Seseorang yg seimbang dalam kehidupannya akan seimbang pula dalam kehidupan sosialnya.
Keempat, at-tasamuh(toleran). Dalam karakter dan prinsip ini merupakan pembuka dari wasath. Seseorang yang menjalankan sikap tasamuh akan tawazun, kemudian sikapnya akan adil. Lalu, dari situlah menjadi (umat) yang terpilih dan terbaik.
Kelima, al-Istiqamah (konsistensi), selain empat karakter dan prinsip wasath di atas, seseorang hendaknya memegang prinsip berada dalam "jalan yang lurus".
Penerapan Cinta Tanah Air dalam Kehidupan Sehari-hari
Sebagai bangsa Indonesia yang pada saat ini menikmati kemerdekaan dari hasil jerih payah para pejuang para pahlawan kemerdekaan Indonesia, kita harus melanjutkan perjuangan mereka dengan cara yang berbeda. Bukan lagi mengangkat senjata dan pergi ke medan perang, tetapi dengan mengisi kemerdekaan ini dengan cara memakmurkan tanah air kita.
Dengan semangat yang sama, yaitu kecintaan pada tanah air, kita bisa melakukan banyak hal untuk menjaga dan melindungi bangsa kita dari berbagai ancaman. Karena pada saat ini, justru lebih banyak hal yang harus kita perhatikan, jaga, dan lindungi. Oleh karena itu, berikut contoh sikap cinta tanah air yang bisa kita lakukan dalam kegiatan sehari-hari:
a) Bangga sebagai bangsa Indonesia
b) Menjaga nama baik tanah air Indonesia
c) Menggunakan hak pilih dalam pemilu
d) Menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
e) Aktif berpartisipasi dalam pembangunan nasional
f) Menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh
g) Melestarikan kebudayaan Indonesia
h) Menjaga kelestarian lingkungan
i) Menciptakan kerukunan antar umat beragama
j) Hidup rukun dan gotong royong
Penerapan Moderasi Beragama dalam Kehidupan Sehari-hari
Setiap agama pasti memiliki aturan terkait dengan toleransi. Islam sebagai agama terbesar yang dianut oleh mayoritas warga Indonesia tentunya memiliki aturan-aturan yang mengacu kepada kemaslahatan umat Islam. Setidaknya, aturan-aturan itu memiliki korelasi dengan misi moderasi beragama yang menjadi landasan Negara Indonesia. Islam sendiri dalam pembentukan hukumnya memiliki lima prinsip yaitu menjaga agama (hifdzal-din), menjaga jiwa (hifdzal-nafs), menjaga akal (hifdzal-aql) menjaga keturunan (hifdzal-nasi), dan menjaga harta (hifdzal-mal). Lima dari prinsip hukum Islam tersebut dapat digambarkan bahwa hak untuk hidup bersama, menghargai keberadaan orang lain, menjaga keberlangsungan hidup dan menjaga nyawa seseorang harus dijunjung tinggi. Insident kekerasan mengatasnamakan agama telah bertentangan dengan prinsip kehidupan umat manusia. Insiden-insiden kekerasan tersebut terjadi disebabkan karena pemahaman agama yang persial, konflik pendirian tempat ibadah, dan ketidak siapan hidup berdampingan merupakan salah satu faktor penyebat terjadinya intoleran. Pemahaman yang persial itu akan membuat pengikutnya bertindak tidak sesuai dengan ajaran agama.
PAI Kelas XII BAB 8 Sikap Inovatif dan Etika dalam Berorganisasi
Sikap Inovatif dan Etika dalam Berorganisasi 1. Etos Kerja Keras Umat Islam diwajibkan bekerja keras karena kerja keras termasuk salah sat...

-
Peradaban Islam di Dunia A. Peradaban Islam di Benua Asia Peradaban Islam di Benua Asia berkembang pesat dan memberi pengaruh besar d...
-
Cinta Tanah Air dan Moderasi Beragama A. Membaca Q.S. al-Qasas/28: 85 dan Q.S. al-Baqarah/2: 143A Ayat Al-Qur'an berikut ini berisi pe...